Newest Post
// Posted by :Unknown
// On :Rabu, 20 Februari 2013
KEMANDIRIAN ADALAH KEBUTUHAN PSIKOLOGIS REMAJA
Setiap
manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung
pada orang tua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga
waktu tertentu. Seiring dengan berlalunya waktu dan perkembangan
selanjutnya, seorang anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari
ketergantungannya pada orangtua atau orang lain di sekitarnya dan
belajar untuk mandiri. Hal ini merupakan suatu proses alamiah yang
dialami oleh semua makhluk hidup, tidak terkecuali manusia. Mandiri atau
sering juga disebut berdiri diatas kaki sendiri merupakan kemampuan
seseorang untuk tidak tergantung pada orang lain serta bertanggung jawab
atas apa yang dilakukannya. Kemandirian dalam konteks individu tentu
memiliki aspek yang lebih luas dari sekedar aspek fisik.
Selama
masa remaja, tuntutan terhadap kemandirian ini sangat besar dan jika
tidak direspon secara tepat bisa saja menimbulkan dampak yang tidak
menguntungkan bagi perkembangan psikologis sang remaja di masa
mendatang. Ditengah berbagai gejolak perubahan yang terjadi di masa
kini, betapa banyak remaja yang mengalami kekecewaan dan rasa frustrasi
mendalam terhadap orangtua karena tidak kunjung mendapatkan apa yang
dinamakan kemandirian. Ruang konseling di website ini banyak dipenuhi
oleh kebingungan-kebingungan dan keluh kesah yang dialami remaja karena
banyak sekali aspek kehidupan mereka yang masih diatur oleh orangtua,
meski banyak diantara mereka yang sudah berusia lebih dari 17 tahun.
Salah satu contohnya adalah dalam hal pemilihan jurusan/fakultas ketika
masuk sekolah/Perguruan Tinggi. Dalam hal ini masih banyak ditemui
orangtua yang sangat ngotot untuk memasukkan putra/putrinya ke jurusan
yang mereka kehendaki meskipun anaknya sama sekali tidak berminat untuk
masuk ke jurusan tersebut. Akibatnya remaja tersebut tidak memiliki
motivasi belajar, berkehilangan gairah untuk sekolah dan tidak jarang
justru berakhir dengan Drop Out dari sekolah tersebut.
Mencermati kenyataan tersebut, peran orangtua sangatlah besar dalam proses pembentukan kemandirian seorang. Orangtua
diharapkan dapat memberikan kesempatan pada anak agar dapat
mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif,
mengambil keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar
mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Dengan demikian anak akan
dapat mengalami perubahan dari keadaan yang sepenuhnya tergantung pada
orang tua menjadi mandiri.
Kemandirian
Kemandirian,
menurut Sutari Imam Barnadib (1982), meliputi "perilaku mampu
berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya
diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain”.
Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Kartini dan Dali (1987) yang
mengatakan bahwa kemandirian adalah “hasrat untuk mengerjakan segala
sesuatu bagi diri sendiri”. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa
kemandirian mengandung pengertian:
- Suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya,
- Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi,
- Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya,
- Bertanggungjawab tetrhadap apa yang dilakukannya
Robert Havighurst (1972) menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, yaitu:
· Emosi, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua.
· Ekonomi, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua.
· Intelektual, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
· Sosial,
aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan
orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain.
Kemandirian
merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama
perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri
dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada
akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Dengan
kemandiriannya seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk dapat
berkembang dengan lebih mantap.
Untuk
dapat mandiri seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan
dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya, agar dapat mencapai
otonomi atas diri sendiri. Pada saat ini peran orang tua dan respon dari
lingkungan sangat diperlukan bagi anak sebagai ”penguat” untuk setiap
perilaku yang telah dilakukannya. Hal ini sejalan dengan apa yang
dikatakan Reber (1985) bahwa : “ kemandirian merupakan suatu sikap
otonomi dimana seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian,
pendapat dan keyakinan orang lain”. Dengan otonomi tersebut seorang
remaja diharapkan akan lebih bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri.
Proses Perkembangan Kemandirian
Kemandirian,
seperti halnya kondisi psikologis yang lain, dapat berkembang dengan
baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang
dilakukan secara terus-menerus dan dilakukan sejak dini. Latihan
tersebut dapat berupa pemberian tugas-tugas tanpa bantuan, dan tentu
saja tugas-tugas tersebut disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak.
Mengingat
kemandirian akan banyak memberikan dampak yang positif bagi
perkembangan individu, maka sebaiknya kemandirian diajarkan pada anak
sedini mungkin sesuai kemampuannya. Seperti telah diakui segala sesuatu
yang dapat diusahakan sejakdini akan dapat dihayati dan akan semakin
berkembang menuju kesempurnaan. Latihan kemandirian yang diberikan
kepada anak harus disesuaikan dengan usia anak. Contoh: Untuk anak-anak
usia 3 - 4 tahun, latihan kemandirian dapat berupa membiarkan anak
memasang kaos kaki dan sepatu sendiri, membereskan mainan setiap kali
selesai bermain, dll. Sementara untuk anak remaja berikan kebebasan
misalnya dalam memilih jurusan atau bidang studi yang diminatinya, atau
memberikan kesempatan pada remaja untuk memutuskan sendiri jam berapa ia
harus sudah pulang ke rumah jika remaja tersebut keluar malam bersama
temannya (tentu saja orangtua perlu mendengarkan argumentasi yang
disampaikan sang remaja tersebut sehubungan dengan keputusannya). Dengan
memberikan latihan-latihan tersebut (tentu saja harus ada unsur
pengawasan dari orangtua untuk memastikan bahwa latihan tersebut
benar-benar efektif), diharapkan dengan bertambahnya usia akan bertambah
pula kemampuan anak untuk berfikir secara objektif, tidak mudah
dipengaruhi, berani mengambil keputusan sendiri, tumbuh rasa percaya
diri, tidak tergantung kepada orang lain dan dengan demikian kemandirian
akan berkembang dengan baik.
Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja
Memperoleh
kebebasan (mandiri) merupakan suatu tugas bagi remaja. Dengan
kemandirian tersebut berarti remaja harus belajar dan berlatih dalam
membuat rencana, memilih alternatif, membuat keputusan, bertindak sesuai
dengan keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang dilakukannya. Dengan demikian remaja akan berangsur-angsur
melepaskan diri dari ketergantungan pada orangtua atau orang dewasa
lainnya dalam banyak hal. Pendapat ini diperkuat oleh pendapat para
ahli perkembangan yang menyatakan: "Berbeda dengan kemandirian pada masa
anak-anak yang lebih bersifat motorik, seperti berusaha makan sendiri,
mandi dan berpakaian sendiri, pada masa remaja kemandirian tersebut
lebih bersifat psikologis, seperti membuat keputusan sendiri dan
kebebasan berperilaku sesuai dengan keinginannya".
Dalam pencarian identitas diri, remaja cenderung untuk melepaskan
diri sendiri sedikit demi sedikit dari ikatan psikis orangtuanya.
Remaja mendambakan untuk diperlakukan dan dihargai sebagai orang dewasa.
Hal ini dikemukan Erikson(dalam Hurlock,1992) yang menamakan proses
tersebut sebagai “proses mencari identitas ego”, atau pencarian diri
sendiri. Dalam proses ini remaja ingin mengetahui peranan dan
kedudukannya dalam lingkungan, disamping ingin tahu tentang dirinya
sendiri.
Kemandirian
seorang remaja diperkuat melalui proses sosialisasi yang terjadi antara
remaja dan teman sebaya. Hurlock (1991) mengatakan bahwa melalui
hubungan dengan teman sebaya, remaja belajar berpikir secara mandiri,
mengambil keputusan sendiri, menerima (bahkan dapat juga menolak)
pandangan dan nilai yang berasal dari keluarga dan mempelajari pola
perilaku yang diterima di dalam kelompoknya. Kelompok teman sebaya
merupakan lingkungan sosial pertama dimana remaja belajar untuk hidup
bersama dengan orang lain yang bukan angota keluarganya. Ini dilakukan
remaja dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok
teman sebayanya sehingga tercipta rasa aman. Penerimaan dari kelompok
teman sebaya ini merupakan hal yang sangat penting, karena remaja
membutuhkan adanya penerimaan dan keyakinan untuk dapat diterima oleh
kelompoknya.